Mengenal Tanaman Porang, jenis, manfaat, serta pemasarannya

NGEPETONLINE – Mengenal Tanaman Porang, jenis, manfaat, serta pemasarannya | Beberapa tahun terakhir, bahan pengganti beras atau nasi mulai banyak diminati. Penyebabnya pun beragam, mulai dari masalah kesehatan hingga penyempitan lahan persawahan. Hal ini membuat naiknya bahan makanan selain beras banyak diminati, salah satunya ubi porang, atau di beberapa daerah disebut juga dengan coblok, iles-iles, dll.

Baca Artikel Tanaman Lainnya DISINI.

Karena banyak manfaatnya, jenis ubi jalar ini menjadi komoditas ekspor yang bernilai tinggi dan banyak diminati di negara-negara maju, sehingga banyak diperbincangkan. Padahal, pabrik porang di Indonesia sendiri mungkin belum banyak dikenal dari segi efisiensi, dalam kemampuan pengolahan dan penjualannya. Lantas, apa sebenarnya tanaman Porang yang populer ini, apa saja manfaatnya, bagaimana cara menanamnya, dan apa saja peluang pasarnya?

Salah satu jenis ubi jalar yang menjadi makanan pokok di beberapa daerah di Jawa Timur dan Kalimantan

Amorphophallus Muelleri, yaitu nama latin untuk tanaman porang, merupakan kerabat dari bunga bangkai. Daunnya lebar dan runcing. Kulit batang tegak dan tidak bercabang, dengan garis-garis putih. Ubi jalar yang dihasilkan oleh tanaman ini berwarna coklat bulat dengan bintik-bintik atau sabut pendek.

Porang hampir mirip dengan suweg hanya saja warnanya kuning saat diiris dan memiliki serat yang halus. Tanaman porang pertama tersebar di Pulau Jawa, khususnya di beberapa wilayah Jawa Timur dan Kalimantan, merupakan daerah penghasil porang terbesar di Indonesia dan merambah pasar ekspor.

Manfaat Porang sebagai bahan makanan sehat, mulai dari tepung, kosmetik hingga komponen kendaraan

Seperti ubi jalar biasa, Porang juga mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, kristal kalsium oksalat, alkaloid, dan serat makanan. Selain itu, porang memiliki kandungan glukomanan dan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan ubi jalar sejenis. Porang jika diolah dan dikonsumsi memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan seperti diet, mengatasi masalah pencernaan, mengontrol gula darah dan menurunkan kolesterol.

Sayangnya, porang tidak bisa dimakan langsung, harus diolah menjadi tepung agar bisa dimakan. Tepung porang sering diolah menjadi nasi atau beras dan mie shirataki, serta konjak, yang populer di Jepang dan Cina. Ada yang diolah menjadi bahan kue, penstabil es krim, kosmetik, farmasi, campuran lem, penjernih air, bahkan salah satu bagian dari pesawat terbang.

Porang ditanam dari biji atau biji ubi jalar, ditanam 2 tahun sampai panen setahun sekali

Ubi porang tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 100-600 mdpl dan tanah yang gembur dan subur. Bibit porang biasanya berasal dari biji atau disebut juga dengan katak, namun bisa juga berasal dari umbi-umbian yang memiliki titik tumbuh. Tanam bibit pada jarak 90 x 90 cm untuk menghasilkan ubi jalar besar.

Tanaman porang umumnya tumbuh di bawah pohon rindang hingga 65% seperti jati, sengon, dan mahoni. Bahkan beberapa daerah menggunakan hutan jati sebagai lahan pertanian porang. Dalam budidaya ubi jalar, pemupukan, pengendalian hama, penyiangan, dan pengendalian penyiraman juga diperlukan untuk mencegah ubi jalar menjadi berjamur dan busuk. Tanaman porang baru bisa dipanen setelah 2 tahun tanam dan setelah berat lebih dari 2 kg/ubi jalar.

Pasar ekspor Porang , dari segar hingga olahan, yang harganya mahal

Sebenarnya tanaman porang bukanlah hal baru dalam pertanian Indonesia. Hanya saja masyarakat belum mengetahui bahwa ubi jalar yang dihasilkan oleh tanaman ini memiliki banyak manfaat dan nilai jual yang tinggi. Harga porang sendiri memiliki beberapa tingkatan atau kualifikasi berdasarkan kualitasnya. Nilai porang basah adalah 4-14 ribu per kilo. Dan porang kering atau biasa dikenal dengan chip 55-75 ribu. Biasanya 1 kuintal dedak segar menghasilkan sekitar 12-16 kg chip, tergantung kualitasnya.

Awalnya, Porong segar diekspor ke beberapa negara antara lain Jepang, China, Vietnam, dan Australia. Namun, saat ini pemerintah telah mengarahkan petani untuk mengekspor Porong setengah jadi, seperti chip dan tepung, guna menaikkan harga dan memperluas sektor produksi dalam negeri.

Meski lahan pertanian porang semakin luas, konsumsi porang dalam negeri masih sangat kecil, loh. Selain untuk memenuhi kebutuhan ekspor, penggunaan porong masih sangat minim. Alih-alih nasi, kebanyakan orang mengonsumsi porang yang sudah diolah menjadi nasi dan mie shirataki. Setelah memahami seluk beluk porang, apa Anda tertarik untuk mengikuti praktiknya? Atau ingin mencoba olahan porang?

Tinggalkan komentar